KPK Hormati Ditundanya Sidang e

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menunda kelanjutan sidang kasus korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-e) karena saksi Miryam S Haryani sakit.
"Kami hormati apa pun putusan yang dilakukan oleh para pihak," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di gedung KPK, Jakarta, Senin (27/3/2017).
Terkait pernyataan Miryam yang menyatakan terjadi penekanan yang dilakukan penyidik saat pemeriksaan, Basaria menyatakan bahwa sepanjang KPK berdiri belum pernah dilakukan penekanan-penekanan apalagi terhadap saksi.
"Kami ingin mengatakan sepanjang KPK itu didirikan karena semua itu terekam di dalam pelaksanaan penyidikan tersebut, semua kita bisa lihat, belum pernah penekanan-penekanan dilakukan apalagi terhadap saksi," tuturnya.
Ia pun menegaskan bahwa KPK ingin menyatakan kepada seluruh masyarakat tidak ada suatu pemaksaan apa pun di dalam pemberian kesaksian di setiap penanganan kasus yang dilakukan oleh KPK.
Namun, Basaria tidak mau menjelaskan lebih lanjut apakah saksi Miryam itu memang mendapat tekanan dari penyidik saat dilakukan pemeriksaan.
"Harusnya kalau hal itu saya tidak bisa jawab, harusnya ditanya kepada yang bersangkutan apakah dia mendapat tekanan atau apakah memang pada saat memberiksan kesaksian yang bersangkutan dia bohong kami tidak tahu," ucap Basaria.
Namun, pada intinya, kata dia, penyidik KPK tidak pernah melakukan penekanan-penekanan terhadap saksi di dalam penanganan kasus.
"Semua pemeriksaan itu ada rekamannya. Kami miliki dan kami simpan sampai dengan saat ini. Kalau memang dibutuhkan kami akan munculkan," kata Basaria.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi menunda kelanjutan sidang kasus tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan KTP elektronik (KTP-E) karena anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani yang seharusnya menjadi saksi tidak dapat hadir karena sakit.
"Kami terima surat dari RS Fatmawati yang menerangkan Miryam perlu istirahat karena sakit selama dua hari, dengan menerima surat ini berarti saya kira mudah kita pahami bahwa konteks kita untuk menghadirkan keterangan verbal lisan jadi kehilangan. Majelis berpendapat persidangan kita tangguhkan untuk dilanjutkan pada sidang berikutnya hari Kamis (30/3)," kata ketua majelis hakim Tipikor Jhon Halasan Butarbutar di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Padahal, jaksa penuntut umum KPK sudah menghadirkan tiga orang saksi dari penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan M Irwan Santoso.
Ketiganya dihadirkan karena dalam sidang pada 22 Maret 2017 lalu, Miryam mengaku ditekan oleh penyidik KPK saat diperiksa di tahap penyidikan.
Dalam persidangan pada Kamis (23/3) diketahui, Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik terkait proyek kasus KTP Elektronik (KTP-E) itu.
"Waktu diperiksa penyidik, saya dipaksa, saya diancam," kata Miryam saat memberikan keterangan.
"Diancam seperti apa?," tanya Ketua Majelis Hakim John Halasan.
"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam sambil menangis.
"Siapa saja?," tanya Hakim John.
"Satu namanya Pak Novel, Pak Damanik, satunya saya lupa," jawab Miryam.
"Ditekannya seperti apa?," tanya Hakim John.
"Baru duduk sudah ngomong ibu tahun 2010 mestinya saya sudah tangkap, kata Pak Novel begitu. Saya takut. Saya ditekan, tertekan sekali waktu saya diperiksa ," jawab Miryam.
"Bagaimana dengan keterangan saudara di sini?," tanya Hakim John.
"Sekarang tidak benar karena waktu itu situasi dalam tertekan, saya diancam. Saya mau cabut BAP karena tidak benar, kenyataannya saya diancam, saya ditekan," jawab Miryam.
Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp5,9 triliun tersebut.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan KTP Elektronik (KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun. (ant)
相关文章
7 'Red Flag' dalam LDR, Saatnya Evaluasi Hubunganmu
Daftar Isi 1. Obrolan tak lagi sesuatu yang dinantikan2025-06-08- 室内设计是关于取悦于环境审美的一门艺术,学院通过材料、颜色、纤维、空间、明暗等来满足客户的需求。对于去国外学习室内设计专业的学生,选择一所适合自己的院校十分关键。对此,美行思远小编给大家带来了全球室内2025-06-08
Nasib Sritex di Ujung Tanduk, BEI Intensif Koordinasi dengan OJK
Warta Ekonomi, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (2025-06-08BPKH Diusulkan Jadi Bank Haji, Ini Konsekuensinya
JAKARTA, DISWAY.ID --Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menanggapi usulan untuk mengubah badan ter2025-06-08GRATIS! Ayo Ikut Mudik Bareng ke Kudus, Syarat dan Caranya Simak di Sini
JAKARTA, DISWAY.ID -Warga Kudus butuh ikut mudik gratis 2025? Cek syarat dan caranya di sini yuk.Ayo2025-06-08Praktik Korupsi di Balik Serangan Ransomware PDNS Kominfo Era Budi Arie, Siapa Saja yang Terlibat?
JAKARTA, DISWAY.ID- Sistem Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) milik Kominfo (Sekarang Komdigi) yan2025-06-08
最新评论